PEMIKIRAN
PENDIDIKAN ISLAM IBNU KHALDUN DAN MUHAMMAD ATHIYAH AL-ABRASY
Zaimul
Umam
Febri
Prandika
Abstrak: Abdurrahman
bin Khaldun dan Muhammad Athiyah Al-Abrasy merupakan intelektual muslim
di bidang pendidikan. Pemikiran-pemikran mereka tentang pendidikan islam
tertuang di dalam hasil karya-karya mereka yang sangat fonumenal. Latar
belakang pendidikan mereka yang multibenua juga menjadikan pemikiran-pemikiran
mereka terkesan lebih modern dan luas sehingga relavan digunakan dan
dikembangkan hingga saat ini. Oleh sebab itu pemikiran pendidikan mereka
tersebut sangat menarik rasanya untuk dikaji yang banyak hal tentu dipengaruhi
oleh pemahaman mereka tentang ajaran Islam di samping problematika dan realita
umat di masanya. Pemikiran mereka yang religious, kritis dan humanis menjadi
sangat layak jika dijadikan refrensi pengembangan pendidikan Islam. Apatah lagi
dimasa kini, diamana pengembangan ilmu pengetahuan cenderung berorientasi pada
konsep Barat (barat centris) termasuk di dalam nya bidang pendidikan.
Kata Kunci: Ibnu Khladun, Muhammad Athiyah Al-Abrasy, Pendidikan Islam
PENDAHULUAN
Dewasa ini,
dunia barat mendapatkan pengakuan banyak pihak sebagai bangsa yang memiliki
peradaban yang lebih baik dari bangsa lain. Kemajuan peradaban itu tidak lepas
dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat pesat hari ini.
Barat dianggap mampu memberikan pembaruan teknologi yang sangat signifikan sehingga
menjadikan belahan dunia lain menjadikan dunia barat sebagai kiblat modernisasi
baik dalam segi ilmu pengetahuan maupun teknologi.
Islam dalam hal
ini, tidak melarang penganutnya untuk menjadikan bangsa lain atau masyarakat
non-muslim sebagai sumber belajar selama hal itu tidak berkaitan dengan ajaran
pokok agama. Namun alangkah lebih baik, jika sistem pendidikan Islam yang
bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah diartikan dan diinterpretasikan oleh
para tokoh Islam itu sendiri. Sehingga dalam hal ini umat Islam memiliki
tokohnya sendiri sebagai acuan baginya untuk meningkatkan pendidikan yang selalu
berkembang saat ini. Oleh sebab itu, diperlukanya kajian secara khusus yang
membahas tentang pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh di
jaman nya, kemudian mengulas dan menganalisis pemikiran tersebut dan
menggunakan nya dalam pengembangan pendidikan Islam. Dan diantara tokoh yang
berpengaruh dan memiliki pandangan luas tentang pendidikan Islam diantaranya
adalah Abdurrahman Ibnu Khaldun dan Muhammad Athiyah Al-Abrasy.
Abdurrahman bin
Khaldun atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh
intelektual di bidang historiografi, sosiologi, ekonomi, pendidikan dan politik
yang sangat berpengaruh di awal abad XV (1332-1406). Keilmuan dan kecerdasan
Ibnu Khaldun ini bukan hanya tersohor dikalangan kaum muslimin saja akan tetapi
sampai merambah dan diakui oleh dunia barat. Diantara hal yang membuat nama
Ibnu Khaldun menjadi sangat terkenal baik di dunia Barat maupun Timur adalah
melalui hasil karyanya yang sangat monumental yaitu kitab Al-Muqaddimah.
Kitab yang pada dasarnya adalah pendahuluan dari kitab induknya Al-Ibar
seakan membuka cakrwala kita tentang pondasi penulisan sejarah, histiriografi,
pendidikan, politik, ekonomi dan lain-lainnya.
Muhammad
Athiyah Al-Abrasy adalah seorang tokoh terkemuka Islam yang lahir pada tahun
1897 dan wafat pada 1981. Beliau adalah tokoh pendidikan yang hidup pada masa
pemerintahan Abd. Al-Nasser di Mesir sekitar tahun 1954-1970 M. Kehidupan banyak
ia habiskan di Mesir begitu juga dengan pengaruhnya. Dimana Muhammad Athiyah
Al-Abrasy menjabat sebagai guru besar di Darul Ulum Cairo University. Disamping
itu ia juga merupakan penulis yang sangat produktif. Diamana semasa hidupnya ia
sudah berhasil menuliskan sebanyak lebih dari 50 judul karya tulis ilmiah. Dan
diantara sumbangsih karya tulisnya dalam bidang pendidikan adalah At-Tarbiyah
al-Islamiyah wa Falsafatuha, Ruh at-Tarbiyah wa Ta'lim dan At-Tarbiyah
al-Islamiyah.
Lalu bagaimana
kah kisah riwayat hidup kedua tokoh tersebut ? Dan pemikiran apa sajakah yang
mereka lontarkan tentang pendidikan Islam dan seberapa relevannya kah pemikiran
tersebut dalam konteks kekinian? Tulisan itu berupaya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut.
PEMBAHASAN
A.
Biografi dan Riwayat Hidup Ibnu Khaldun
1.
Nasab
Ibnu Khaldun
Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin al-Hasan bin Muhammad bin Jabir bin Muhahammad bin Ibrahim bin
Abdurrahman bin Khaldun.[1]
Sejarawan yang memiliki nama kecil Abdurrahman ini biasa dipanggil dengan nama
keluarga atau kunyah Abu Zaid, yang diambil dari nama putra sulungnya,
Zaid. Beliau juga sering dipanggil dengan gelar atau laqb Waliyuddin,
sebuah gelar yang diberikan kepadanya sewaktu memangku jabatan Hakim Agung di
Mesir. Akan tetapi beliau lebih populer dengan panggilan Ibnu Khaldun
yang dinisbatkan kepada kakeknya yang kesembilan, yaitu Khaldun.[2]
Beliau lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H atau
bertepatan dengan tanggal 27 Mei 1332 M.[3]
Adapun kematianya pada tanggal 26 Ramadhan 808 H (16 Maret 1406) di Mesir.
Beliau meninggal dunia secara mendadak dalam usia 76 tahun dan ketika itu ia
masih menjabat sebagai hakim. Ia dimakamkan di pekuburan yang berada di Kharij
babu nashr yang berada dalam daerah Ridaniah, yang sekarang disebut dengan
Abasiyah.[4]
Dalam riwayat hidup yang ia tulis kita dapat mengetahui bahwa
asal-usul keturunan Ibnu Khaldun berasal dari Hadramaut, Yaman Selatan.
Nenek-moyangnya hijrah ke hijaz sebelum datangnya Islam. Pada masa awal sejarah
Islam, ada diantara nenek-moyangnya yang menjadi sahabat nabi, yaitu Wail bin
Hujr. Beliau pernah meriwayatkan beberapa hadits, serta pernah pula dikirim
Nabi untuk mendakwahkan Islam. Kemudian pada ke-8 M, salah seorang cucu Wail
bin Hujr, yaitu Khalid bin Utsman, memasuki Andalusia bersama pasukan lainnya,
karena tertarik oleh kemenangan-kemenangan tentara Islam disana. Hingga
nantinya keturunan Khalid di Andalusia ini dikenal dengan sebutan Banu Khaldun dan dari sanalah nama besar Ibnu Khaldun
berasal.[5]
Banu Khaldun di Andalusia memiliki peran yang cukup menonjol, baik
dalam bidang ilmu pengetahuan maupun politik. Namun karena situasi politik
Andalusia yang tidak stabil dengan adanya perpecahan dikalangan kaum muslimin
dan serangan pihak Kristen di Utara, maka hal tersebut memaksa Bani Khaldun
untuk pindah ke Utara dan akhirnya menetap di Tunisia pada tahun 1223 M.
Kepindahan Bani Khaldun ke Tunisia tidak membuat marwah dan wibawa
keluarga mulia ini berkurang. Kakek Ibnu Khaldun, Muhammad bin Muhammad sempat
menjabat sebagai hajib, seorang kepala rumah tangga istana dinasti Hafs.
Sedangkan ayahnya, Muhammad bin Muhammad yang memiliki nama yang sama dengan
kakeknya adalah seorang cendekiawan muslim. Dalam sejarah tercatat bahwa ayah
Ibnu Khaldun ini dikenal sebagai orang yang mahir dalam bidang bahasa Arab,
tasawuf, tafsir dan sastra. Namun sayang, ayah Ibnu Khaldun ini meninggal
ketika Ibnu Khaldun berusia 17 tahun pada tahun 1349 M, akibat terserang
penyakit pes atau dalam istilah lain The Black Death. Dan dari
latar belakang keluarga yang banyak bergerak di bidang politik dan ilmu
pengetahuan inilah Ibnu Khaldun tumbuh.[6]
2.
Perjalanan
Menuntut Ilmu
Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh yang membangun dasar-dasar ilmu
sejarah. Pengetahuannya tentang historiografi, sosiologi, budaya, pendidikan,
ekonomi dan lain-lain telah membesarkan namanya. Kisah perjalanan menunutut
ilmu Ibnu Khaldun pun sebenarnya sudah tertuang di dalam autobiografi miliknya
yang berjudul at-Ta'rif bi Ibni Khaldun Wa Rihatuhu Syarqan Wa Gharban. Dimana
dalam kitab tersebut diceritakan bagaimana kisah perjalanan Ibnu Khaldun dalam
menuntut ilmu di barat dan timur. Dari Afrika hingga Eropa. Dan kisah tentang
jabatan-jabatan apa saja yang beliau terima selama perjalanannya tersebut. Semasa
hidupnya, beliau membantu berbagai sultan di Tunisia, Maroko, Spanyol, Mesir
dan Al-Jazair sebagai duta besar, bendaharawan dan anggota dewan penasehat
sultan.
Hal menarik dari sisi kehidupan Ibnu Khaldun adalah ia dikenal
memiliki banyak keahlian. diantaranya:
Pembina yang pertama dan ilmu 'Umran
Basyari (Sosiologi), Imam dan ilmu pembaharu ilmu Sejarah, Imam dan
pembaharu dalam ilmu Oto-Biografi, Imam dan pembaharu di bidang pendidikan,
pelajaran dan ilmu jiwa, Administator dan organisator, serta negarawan dan
politikus besar.
Pada 25 Muharram 786 H, ia ditunjuk oleh raja, al-Dzariq al-Barquq,
untuk menjadi dosen dalam fiqih Maliki di Madrasah al-Qamhiah Mesir. Bahkan
Sultan juga pernah mengangkatnya sebagai ustadz (guru besar) dalam mata kuliah
Fiqh Maliki di Madrasah adz-Dzahiriah al-Barquqiah. Madrasah tersebut dijadikan
madrasah Aliyah (sekoah tinggi) dan sangat terkenal di masa itu. Muhammad Kosim
meringkas jabatan yang pernah dipegang oleh Ibnu Khaldun semasa hidupnya
sebagai berikut:[7]
No. |
Jabatan |
Masa
Pemerintahan |
Tempat |
1. |
Kitabah
al-'Alamah |
Perdana
Mentri Ibn Tafrakin (akhir 751 H), Sultan Fadhl |
Tunis, Maroko
bagian bawah |
2. |
Anggota dewan
bidang ilmu pengetahuan dan salah seorang sekretaris Sultan |
Abu Anan
(755-758 H) Hasan bin
Umar (760 H) |
Fez, Maroko
bagian atas |
3. |
Sekretaris |
Sultan Mansur
bin Sulaiman (760 H) |
Sda |
4. |
Sekretaris
dan perencana Khittah al-Mazhalim |
Abu Salim bin
Hasan Mentri Umar
bin Abdullah |
Sda |
5. |
Diplomat |
Sultan
Muhammad bin Yusuf Ismail bin Ahmar an-Nashri (raja ke-3 dinasti Ahmar) (765
H) |
Granada,
Andalusia |
6. |
Hijabah /
Perdana Menteri |
Abu Abdillah
Hafshy (766 – 767 H) Abu Abbas |
Sda |
Kisah perjalanan Ibnu Khaldun tidak selamanya berjalan mulus.
Kritikannya bahwa penguasa negara bukanlah pemimpin yang mendapatkan kekuasaan
dari Tuhan menyebabkan Ibnu Khaldun dipenjara selama 2 tahun di Maroko. Selama kurang
lebih dua dekade aktif di bidang politik, serta menyaksikan penyusutan
peradaban dan perpecahan di dunia Islam. Hal ini mendorong beliau untuk
menganalisa sebab-sebabnya. Beliau pun lalu meneliti kekacauan politik yang
terjadi di Afrika Barat Laut.[8]
3.
Karya-karya
Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun mengundurkan diri dari kehidupan politik dan kembali
ke Afrika Utara. Di situ dia melakukan setudi dan menulis secara insentif
selama 5 tahun dan menghasilkan karya-karya yang menyebabkan beliau terkenal
dan diangkat menjadi guru besar studi Islam di Universitas Al-Azhar Kairo.
Dalam mengajarkan tentang masyarakat dan ilmu-ilmu sosial, Ibnu Khaldun
mengajarkan pentingnya menghubungkan pemikiran sosiologi dan observasi sejarah.
Menjelang kematiannya, Ibnu Khaldun telah menghasilkan sekumpulan
karya yang mengandung berbagai pemikiran yang mirip dengan sosiologi jaman
sekarang. Dia melakukan studi ilmiah tentang masyarakat, riset empiris, dan
meneliti sebab-sebab fenomena sosial. Ia memusatkan perhatian pada berbagai
lembaga sosial (misalnya lembaga politik dan ekonomi) dan hubungan antara
lembaga sosial itu. Ia juga melakukan studi perbandingan antara masyarakat
primitive dan masyarakat modern atau tentang masyarakat nomeden dengan
masyarakat menetap.[9]
Diantara karangan-karangan yang pernah ditulis oleh Ibnu Khaldun
diantaranya adalah:[10]
a.
Kiitab
al-'Ibar wa Diwan al-Mubtada' wa al-Khabar fi Ayyam al-'Arab wa al-'Ajam wa
al-Barbar wa Man 'Asarahum min Dzawi as-Sulthan al-Akbar. Atau yang lebih dikenal dengan Kitab al-'Ibar atau Tarikh
Ibnu Khaldun.
b.
Muqaddimah
Ibnu Khaldun. Ini adalah kitab bagian pertama
dari 7 jilid Kitab al-'Ibar Ibnu Khaldun. Jika kita rincikan maka
susunan Kitab 'Ibar yang merangkap kepada Muqaddimah Ibnu Khaldun menjadi
sebagai berikut:
Kitab
al-'Ibar Pendahuluan Buku
Pertama Jilid
Kedua Jilid
Ketiga Jilid
Keempat Jilid
Kelima Jilid
Keenam Jilid
Ketujuh Jilid
Pertama (Muqaddimah) Buku
Kedua Buku
Ketiga
Kitab 'Ibar atau Tarikh Ibnu Khaldun berikut didalamnya merangkum Muqaddimah
Ibnu Khaldun seperti yang dituturkan oleh penulisnya disusun dengan
sistematika sebagai berikut:
1). Pendahuluan (al-Muqaddimah) yang membahas tentang manfaat historiografi,
bentuk-bentuk historiografi, dan beberapa kesalahan sejarawan.
2). Buku Pertama, yang berisi tentang peradaban dan berbagai
karakteristiknya, seperti kekuasaan, pemerintahan, mata pencaharian,
penghidupan, keahlian-keahlian dan ilmu pengetahuan.
3). Buku kedua, yang mencakup uraian tentang sejarah Arab dan
bangsa-bangsa yang sejaman dengannya, seperti bangsa Nabti, Siryani, Persia,
Yahudi, Qibti, Yunani, Romawi, Turki, dan Franka.
4). Buku Ketiga, menguraikan sejarah bangsa Barbar dan Zanatah,
khususnya kerajaan dan negara-negara di Afrika Utara (Maghrib).
Melihat luasnya materi yang dibahas, Kitab al-'Ibar layak disebut
sebagai an exhaustive history of the world. Dan dari sinilah para
pengkaji Ibnu Khaldun atau disebut dengan Khaldunian baik dari Timur maupun
Barat sering menyebut bahwa Kitab al-'Ibar sebagai The Universal
History of the World atau The History of the World.
c.
At-Ta'rif
bi Ibn Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Syarqan. Ini adalah karya yang berisikan otobiografi Ibnu Khaldun.
d.
Lubab
al-Muhassal fi Ushul ad-Diin. Suatu
ringkasan atas karya Fakhr ad-Din al-Razi yang berjudul al-Muhassal. Dan
ini menjadi karya pertama Ibnu Khaldun ketika umurnya masih berusia 19 tahun.
e.
Syifa'
al-Sail fi Tahzib al-Masa'il. Karya ini
ditulis oleh Ibnu Khaldun ketika dirinya berada di Fez.
f.
Di
dalam The Encyclpedia of Islam disebutkan oleh Ibnu Khatib bahwa Ibnu
Khaldun menuliskan sebuah komentar tentang Burdah karangan al-Bushairi,
membuat outline tentang logika dan aritmatika, beberapa resume tentang
karya-karya Ibnu Rusyd dan sebuah komentar tentang ushul fiqh karya Ibn
al-Khatib sendiri. Namun sayang karya-karya tersebut tidak terlacak
keberadaannya. Namun kemungkinan karya-karya tersebut ditulis sebelum Ibnu
Khaldun menjalani masa khalwatnya di Qal'at Ibnu Salamah. Adapun Ibnu
Khaldun bertemu dengan Ibn al-Khatib ketika ia masih berada di Granada.
B.
Pemikiran Ibnu Khaldun
1.
Corak
Pemikiran Ibnu Khaldun
Secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa Ibnu Khaldun adalah
seorang filsuf, ilmuan dan agamawan. Pemikiran filsufnya di dapati ketika
dirinya masih muda, di mana ketika dirinya masih muda ia sudah mempelajari
filsafat. Tokoh yang paling dominan yang mempengaruhi filsafat Ibnu Khaldun
adalah al-Gazali (1058 – 1111 M) dan Ibnu Rusydi (1126 – 1198 M). Filsafat yang
dianut oleh Ibnu Khaldun dengan menggunakan dua tokoh ini sebagai orang yang
paling mempengaruhi filsafatnya terkesan sangat aneh. Hal itu dikarenakan kedua
tokoh ini memiliki orientasi yang saling bertentangan dalam masalah filsafat.
Ibnu Rusyd adalah pendukung utama Aristoteles dalam Islam sedangkan Al-Ghazali
adalah musuhnya yang paling utama. Akan tetapi, justru disinilah letak kekhasan
pemikiran Ibnu Khaldun. Beliau berhasil menyatukan pemikiran filsafat
al-Ghazali dan Ibnu Rusyd sekaligus. Dengan pemikiran sintesis seperti ini Ibnu
Khaldun berarti membangun corak pemikiran baru.
Sebagai seorang filsuf yang rasionalis nyatanya Ibnu Khaldun juga
seorang ilmuan yang empiris. Ia berhasilkan memadukan antara metode deduksi dan
induksi dalam Islam. Dan atas pemikirannya ini dikenallah sains falsafah yang
nantinya dikembangkan oleh Francis Bacon (1561 – 1626 M) dua setengah abad
setelahnya. Sehingga dari sini kita mengetahui bahwa pemikiran Ibnu Khaldun
sangatlah "modern" pada masanya.
Berbeda dengan posisinya sebagai seorang filsuf dan ilmuan, Ibnu
Khaldun juga merupakan sosok yang sangat religius. Hal ini dapat kita ketahui
dengan jabatan yang pernah ia rangkuh, yaitu sebagai Hakim Agung Madzhab Maliki
di Mesir. Hal itu juga dapat kita ketahui dengan metode penulisan Ibnu Khaldun
dalam kitab-kitabnya. Diamana ia membawakan ayat-ayat Al-Qur'an dan menyelipkan
nya ke dalam setiap pembahasannya. Dan
makamnya yang berada di Kharij babu nashr adalah pemakaman Sufi
yang tidaklah seseorang boleh dikebumikan di pemakaman tersebut kecuali ia
adalah tokoh besar Sufi.
Beliau telah memperlihatkan hubungan yang erat antara sains dan
agama, sehingga meskipun berpandang empiris, tapi tetap diliputi jiwa ketuhanan
yang berasal dari semangat keagamaannya. Dan semua gaya pemikiran Ibnu Khaldun,
baik sebagai seorang filsuf, ilmuan maupun agamawan terbentuk sebagai hasil
dari kondisi sosio-kultural yang ada pada masanya. Dimana pada masa hidupnya ia
terlibat langsung dalam intrik-intrik politik di Afrika Utara dan Granada.
Corak pemikirannya yang rasionalistik-empiristik-sufistik kiranya telah
dijadikan dasar pijakannya dalam membangun teori-teori sejarahnya.[11]
2.
Pemikiran
Ibnu Khaldun tentang Pendidikan Islam
Dalam kitab al-Muqaddimah, ada beberapa pemikiran Ibn Khaldun
terkait pendidikan Islam. Secara ringkas dijabarkan sebagai berikut:[12]
a.
Hakikat
Manusia. Di dalam al-Muqaddimah dijelaskan bahwa hakikat manusia dapat dilihat
dari beberapa segi, diantaranya:
1)
Manusia
sebagai makhluk berpikir
2)
Kepribadian
manusia memiliki beberapa dimensi, diantaranya aspek jasad, aspek an-nafs
dan aspek ar-ruh.
3)
Manusia
sebagai Khalifah Allah di bumi, makhluk individu dan sosial
b.
Tujuan
pendidikan Islam. Ibnu Khaldun memang tidak secara eksplisit membahas tentang
tujuan pendidikan Islam. Namun bila kita membaca dan memahami hasil karya nya
maka kita dapat menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam menurutnya tergambar
pada tiga sudut pandang, yaitu: dari segi struktur kepribadiannya, dari segi
tabiatnya sebagai makhluk sosial dan dari segi fungsi dan perannya sebagai
hamba Allah dan khalifah-Nya di muka bumi.
c.
Kurikulum
dan hakikat ilmu. Dalam hal ini Ibn Khaldun membagi ilmu menjadi tiga kelompok
yaitu, pertama, al-Ulum an-Naqliyah seperti Ilmu Al-Qur'an, Ilmu Hadits,
ilmu fiqh dan lain-lain. Kedua, al-Ulum al-Aqliyah seperti ilmu manthiq,
ilmu alam, metafisika dan matematika. Ketiga, Ilmu Alat atau ilmu yang
berkaitan dengan bahasa Arab seperti Nahwu. Shorof, Adab, Bayan dan
Leksikografi.
d.
Metode
Pendidikan. Ada beberapa metode pendidikan yang dapat dirumuskan dari kitab
al-Muqaddimah, yaitu: metode hafalan, metode dialog, metode widya wisata,
metode keteladanan, metode at-tikrar dan at-tadrij, dan metode belajar
Al-Qur'an.
e.
Prinsip-prinsip
dasar metode Pembelajaran. Setidaknya ada delapan prinsip dasar dalam
menerapkan metode pembelajaran menurut Ibn Khaldun, yaitu:
1)
Mengajarkam
materi dari yang inderawi kepada yang rasional
2)
Menggunakan
sarana tertentu untuk menjabarkan pelajaran
3)
Prinsip
spesifikasi dan integrase
4)
Prinsip
kontinuitas dalam penyajian materi
5)
Tidak
mencampuradukkan antara dua ilmu pengetahuan dalam satu waktu
6)
Menghindari
kekerasan terhadap peserta didik
7)
Jangan
mengajarkan ilmu dari hasil ringkasannya
8)
Mempelajari
ilmu alat sebaiknya tidak menjadi tujuan utama
f.
Pendidik
dan peserta didik. Dalam kitab Muqaddimah di dapati bahwa pendidik hendanya
melakukan hal-hal berikut:
1)
Menjadi
teladan bagi peserta didik
2)
Menguasai
metode yang relevan dalam mendidik peserta didik
3)
Memiliki
kompetensi di bidang keilmuannya
4)
Mendidik
peserta didik dengan penuh kasih sayang
5)
Memperhatikan
psikologi peserta didik sehingga memperlakukan mereka sesuai dengan kondisi
psikisnya
6)
Memberikan
motivasi untuk terus semangat menuntut ilmu
Adapun bagi
peserta didik, hendaklah melakukan hal-hal berikut:
1)
Memahami
bahwa kemampuan dan kecakapan yang ia miliki adalah semata-mata anugrah dari
Allah swt
2)
Tidak
mengagungkan logika, sebab logika hanya alat untuk mencari pengetahuan
3)
Kemampuan
untuk mencapai tujuan pendidikan, meskipun dihadapkan berbagai macam rintangan
4)
Tidak
ragu dalam mencari kebenaran, karena hal itu membuat seseorang gagal mencapai
tujuan
5)
Apabila
seorang pelajar mengalami kesukaran dan kebimbangan untuk menemukan kebenaran,
maka tinggalkanlah berpikir secara logis yang relative itu.
g.
Peran
orangtua dan masyarakat. Orangtua menyerahkan anaknya kepada pendidik sembari
terjalinnya komunikasi yang baik antara orangtua dan pendidik. Orangtua bisa
menyampaikan harapan-harapannya begitu pula pendidik menerima saran dan pesan
dari orangtua sehingga proses pendidikan berjalan dengan baik. Adapun dalam
hubungan pendidikan dalam masyarakat, masyarakat dituntut terlibat aktif dalam
penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk
kelangsungan pendidikan generasi mudanya. Diantara dengan menciptakan
lingkungan dan pergaulan yang baik ditengah proses pendidikan
C.
Biografi Muhammad Athiyah Al-Abrasy
Pendidikan Islam telah
dimulai sejak lebih dari 14 abad. Hingga masa kini, telah banyak ulama yang
lahir untuk merumuskan pendidikan Islam yang paling sesuai dengan ajaran Islam.
Di antara para ulama itu adalah Muhammad Athiyah Al-Abrasy.
Beliau dilahirkan pada awal April tahun 1897
dan wafat pada tanggal 17 Juli 1981. Beliau memperoleh gelar diploma dari
Universitas Darul Ulum tahun 1921, dan tahun 1924 beliau terbang ke Inggris,
disana beliau mempelajari ilmu pendidikan, psikologi, sejarah pendidikan,
kesehatan jiwa, bahasa Inggris berikut sastranya. Pada tahun 1927 beliau
memperoleh gelar sarjana pendidikan dan psikologi dari universitas Ekstar, dan
pada tahun 1930 beliau berhasil menggondol dua gelar sarjana bahasa,
masing-masing adalah bahasa Suryani dari universitas kerajaan di London, dan
bahasa Ibrani dari lembaga bahasa timur di London.[13]
Beliau adalah seorang
tokoh pendidikan yang hidup pada masa pemerintahan Abd. Al Nasser yang
memerintah Mesir pada tahun 1954-1970 M. Ia adalah seorang sarjana yang telah
lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Mesir yang merupakan pusat ilmu
pengetahuan islam, sekaligus sebagai guru besar pada Darul Ulum Cairo
University, Cairo. Sebagai tenaga pendidik dan guru besar beliau secara
sistematis telah menguraikan pendidikan islam dari zaman ke zaman serta
mengadakan komparasi di bidang pendidikan mengenai prinsip, metode, kurikulum
dan sistem pendidikan modern.[14]
Tidak seperti tokoh dan ilmuan lain, informasi
tentang sejarah hidup Al-Abrasy tidak banyak diketahui secara lengkap.[15] Yang
jelas ia diketahui sebagai salah seorang sarjana lulusan Inggris yang terakhir
menjabat sebagai Guru Besar di
Universitas Darul ‘Ulum Kairo, Mesir. Disamping itu ia dikenal sebagai seorang
penulis yang produktif. Hal ini terbukti dengan
peninggalan hasil karya tulisnya yang tidak kurang dari 50 judul buku.[16]
Dalam bidang
pendidikan, beberapa karyanya seperti : At-Tarbiyah
al-Islamiyah wa Falasifatuha, Ruh At-Tarbiyah wata’lim, dan At-Tarbiyah
al-Islamiyah, telah memberikan gambaran yang jelas betapa besarnya perhatian dan pemikiran Al-Abrasyi’ disamping telah mengungkap secara
sistematis tentang sejarah pendidikan Islam, dari masa ke masa, termasuk di
dalamnya menguraikan perbandingan prinsip-prinsip, metode dan kurikulum dan
system pendidikanm modern di dunia Barat pada abad ke-20. Ia pun telah memberikan uraian tentang posisi
ilmu pengetahuan dalam Islam, proses pendidikan pengajaran yang berlandaskan
pada Al-Qur’an dan Hadits serta memberikan penjelasan mengenai fungsi masjid,
Perguruan Tinggi (Institut), Lembaga-lembaga pendidikan, perpustakaan, arti
pentingnya seminar dan perlunya kelengkapan sarana-dan prasana dalam proses pendidikan,
yang kesemuanya diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan ilmu pengetahuan
dalam dunia Islam.[17]
Muhammad Athiyah Al-Abrasy sangat terkenal di kalangan ahli pendidikan Islam. Keilmuannya diakui
dan dikenal melalui berbagai karyanya yang selalu menjadi rujukan. Beliau juga
terkenal kritis dalam menanggapi berbagai fenomena yang terjadi di tengah
masyarakat. Analisisnya yang dalam dan penyajiannya yang modern menjadikan
karya-karyanya dilirik oleh penerbit-penerbit di Kairo.
Di antara karyanya adalah sebagai berikut : [18]
1.
Ruh al-Islam (Kairo: Isa al-babi
al-Halabi Bi Sayyidina Husain, tt)
2.
Azamah al-Islam, Juz I, (Kairo : al-Anglo al-Misritah 165
Syairi' Muhammad Fardi, tt)
3.
'Azamah al-Islam, Juz II, (Kairo : al-Anglo al-Misritah 165
Syairi' Muhammad Fardi, tt)
4.
'Azamah ar-Rasul Muhammad, (Kairo : Dar al-Katib
al-'Arabi, tt)
5.
al-Asas fi al-Lughah
al-'Ibriyah bi al-Isytirak, (tt.p, Wuzarah
at-Tarbiyah, tt).
6.
al-adab as-Saniyah, (Nafd)
7.
Abtal asy-Syiriq, (Kairo : Lajnah al-Bayan al-'Arabi bi
Syari Amin Sami bi al-Munirah, tt)
8.
Musykilatuna al-Ijtimaiyah, (Kairo : Lajnah al-Bayan al-'Arabi bi Syari
Amin Sami bi al-Munirah, tt)
9.
Qisas al-'Uz ama' (Kairo : Dar al-Ma'arif, tt)
10. Qisas fi alButulah
wa al-Wataniyah, (Kairo : Dar al-Ma'aruf, tt)
11. Aru al-Qisas Li Charles Diekens, (Kairo : Dar al-Ma'aruf, tt)
12. Qisas Min al-hayah
li Charles Diekens,
(Kairo : Dar al-Ma'aruf, tt)
13. al-Maktabah al-Haditsah li al-Atfal, 60 Kitab, (Kairo
: Dar al-Ma'aruf, tt)
14. Al-Maktabah ak-Khudara' 8 Kitab (Kairo : Dar al-Ma'aruf, tt)
15. Maktabah at-Tifl, 100 Kitab, (Kairo : Misr bi Syari Kamil Sadiqi bi al- Fujalah, tt)
16. al-Maktabah az-Zihabiyah min Adab al-Atfal, 15 kitab, (Kairo : al-Anglo al-Misriyah, tt)
17. Maktabah al-Tilmiz, 10 Kitab,
(Kairo : an-Nahd
ah al-Misriyah, tt)
18. Nizam at-Tarbiyah wa at-Ta'lim bi Injilatra, (Nafd)
19.
al-Mujizu fi at-Turuq
at-Tarbawiyah li Tadris
al-Lughah al-Qaumiyah,(tt.p : Dar Nahd ah Misr, tt)
20. Ahsan al-Qasas, 3 Juz, (Nafd)
21. A'lam as-Saqafah al-Arabiyah wa Nawabiga al-Fikr
al-Islami; Sibawaih wa Ibn Sina, Wa Yaqul al-Hamawi, (tt.p: Dar Nahd ah Misr bi al-Fujalaj, tt)
22. A'lam as-Saqafah al-Arabiyah ? wa Nawabiga
al-Fikr al-Islami; al-Jahiz, Ibn al-Haisyam, al-Farabi, Ibn
Khaldin, (tt.p: Dar Nahd
ah Misr bi al- Fujalaj, tt)
23. A'lam as-Saqafah
al-Arabiyah ? wa Nawabiga al-Fikr al-Islami; Jabir bin Hayyan, al-Qadli
al-Jurjani abi ar-Raihan al-Biruni, (tt.p: Dar Nahd ah Misr, tt)
24. al-Butulah al-Misriyah fi Sina wa Bur sa'id, (tt.p : Dar Nahd ah Misr bi al- Fujalah, tt)
25. Abtaluna al-Fadaiyun fi Sina wa Bur Sa'id (tt.p : Dar Nahd Misr bi al- Fujalah, tt)
26. Qisas 'Ilmiyah Maksatah
li Atfal, (tt.p : Dar Nahd Misr bi al-Fujalah)
27. al-Maktabah az-Zarqa' li Atfal, (tt.p : Dar Nahd Misr bi al-Fujalah)
28. Qisas Diniyyah li Atfal : Qiss ah al-Mustak Saw, (tt.p : Dar Nahd Misr bi al-Fujalah, tt)
29. Qisas Diniyyah li Atfal ; Qiss ah Umar bin al-Khattab ; 3 Juz (tt.p : Dar Nahd Misr bi al-Fujalah, tt)
30. Silsilah al-'Uz.Ama' : Khalid bin al-Walid, (Kairo : al-Anglo al-Misriyah bi Syairi
Muhammad Fardi, tt)
31. Silsilah al-'Uz.ama' : Salah ad-Don al-Ayyubi, (Kairo : al-Anglo al- Misriyah bi Syairi
Muhammad Fardi, tt)
32. Muhammad Farid, (Kairo : al-Anglo al-Misriyah bi Syairi Muhammad Fardi, tt)
33. Kutub Madrasah Mutanawwiyah, (Kairo : Dar al-Ma'arif (Musbiru), tt)
34. Maktabah Atfal ad-Diniyyah ; Qisas min Hayan A'zam
ar-Rusul, 30 Kitab
(tt.p : Dar Nahd Misr bi al-Fujalah, tt)
D.
Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad
Athiyah Al-Abrasy
1. Pengertian pendidikan Islam
Pendidikan merupakan bagian
terpenting dalam kehidupan, karena dari kehidupan itulah yang bisa membedakan
antara kehidupan manusia yang dialami oleh hewan.Pendidikan secara umum (formal
maupun non formal) pada dasarnya merupakan kebutuhan yang primer dengan
manusia, baik secara individu maupun
sebagai warga negara, yang menuju kearah terbentuknya kepribadian yang utama.[19]
Pendidikan Islam menurut Muhammad
Athiyah Al-Abrasy adalah sebagai berikut
Sesungguhnya pendidikan
Islam itu meliputi prinsip-prinsip (demokrasi), yaitu kebebasan, persamaan, dan
kesempatan yang sama dalam pembelajaran, dan untuk memperolehnya tidak ada
perbedaan antara si kaya dan si miskin, sesungguhnya mencari ilmu bagi mereka
merupakan suatu kewajiban dalam bentuk immateri, bukan untuk tujuan materi
(kehendak), dan menerima ilmu itu dengan sepenuhnya hati dan akal mereka, dan
mencarinya dengan keinginan yang kuat dari dalam dirinya, dan mereka banyak
melaksanakan perjalanan panjang dan sulit dalam rangka memecahkan
masalah-masalah agama.
Pernyataan beliau di atas
menunjukkan bahwa pendidikan Islam itu merupakan sesuatu yang memang dibutuhkan
dalam kehidupan masyarakat secara umum dan menyeluruh, karena prinsip-prinsip
yang ada pada kenyataannya dapat menjadikan kehidupan ini lebih bahagia baik di
dunia maupun di akhirat.
Pendidikan Islam disini
pada kenyataannya memang telah banyak memberikan pengaruhnya dalam kehidupan
masyarakat pendidikan, tidak hanya terbatas pada pendidikan Islam saja, namun,
menjadikan pendidikan Islam ini berkembang di dunia pendidikan modern dewasa
ini.
Hal ini dikarenakan
pendidikan Islam terutama menurut beliau memang merupakan disiplin ilmu yang
memiliki dasar dan tujuan yang jelas, relevan dengan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat di dunia.
Pendidikan Islam memang sangat ideal untuk
dilaksanakan di dalam dunia pendidikan. Dan lapangan dari pendidikan Islam
telah menembus berbagai dimensi kependidikan, baik bentuk, orientasi, sikap,
maupun volume kurikulum yang selalu dipengaruhi oleh pengaruh eksternal dan
internal umat Islam, yang dilancarkan untuk melakukan perubahan pandangan,
pikiran dan tindakan umat Islam dalam menghadapi kemajuan zaman dan
tantangannya.[20]
2.
Tujuan pendidikan
Tujuan merupakan
keinginan atau cita-cita yang ingin dicapai melalui usaha yang sudah terencana
dan sistematis. Pendidikan sebagai usaha yang terintegrasi dan sistematis juga
memiliki tujuan yang terarah dan terukur.
Menurut Al-Abrasyi tujuan
“utama” dari pendidikan adalah mencapai
“Fadhilah” (keutamaan) yang disebut dengan “insan kamil”.[21] Yaitu
manusia yang memiliki akhlak yang mulia, memiliki kesehatan jasmani dan
rohani, memiliki keseimbangan antara dunia dan akhirat, menguasai ilmu
pengetahuan (cerdas) dan memiliki keterampilan bekerja dalam masyarakat
(terampil).[22]
Yang dilaksanakan secara bertahap dan berjenjang. Sampai disini nampak sekali
bahwa dalam masalah ini, Al-Abrasyi
banyak dipengaruhi oleh pemikiran Ibnu Sina dan Al-Ghazali.
Untuk mewujudkan tujuan
tersebut, Abrasyi berpendapat bahwa
pelaksaanaan pendidikan harus berpijak pada lima azas utama yaitu :
a.
Pendidikan Akhlaq sebagai roh pendidikan Islam.
b.
Pendidikan yang memperhatikan kepentingan agama dan dunia
secara seimbang
c.
Pendidikan yang mengutamakan segi-segi manfaat
d.
Kegiatan belajar dan Belajar hanya karena Allah
e.
Pendidikan kejuruan, pertukangan sebagai bekal untuk
mencari rezki.[23]
Memperhatikan uraian
tersebut diatas, maka rumusan tujuan
pendidikan yang dirumuskan Abrasyi, walaupun masih berbentuk sederhana, tetapi
tetap memiliki relevansi dengan rumusan
tujuan pendidikan yang ada sekarang ini.
Seperti diketahui bahwa rumusan tujuan pendidikan disusun dan dibagi kedalam
beberapa bagian baik dilihat dari aspek gradasinya, aspek sifat, aspek
penyelenggara (lembaga), termasuk dari segi orientasi outputnya.[24]
3. Metode Pembelajaran.
Al-Abrasyi dalam bukunya
“Ruh At-Tarbiyah Wata’lim” memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan metode
mengajar adalah jalan yang harus diikuti untuk memberikan pemahaman yang
efektif dan efisien kepada peserta didik dalam semua mata pelajaran.[25]
Berdasarkan pendapat
tersebut diatas, bila dirinci lebih
lanjut maka fungsi methode dalam proses pembelajaran akan memiliki kesamaan
dengan apa yang dirinci oleh al-Syaibany bahwa :
a.
Metode mengajar berfungsi sebagai jalan (pemandu) bagi
guru untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik.
b.
Membantu dan mempermudah peserta didik dalam memahami
pelajaran, memiliki keterampiulan, membiasakan sikap atau nilai dan lain
sebagainya.
c.
Berjalannya proses pembelajaran dengan terukur,
terarah dan terlaksana sesuai dengan
harapan.[26]
Sejalan dengan itu maka
Abrasyi berpendapat bahwa dalam memilih dan menentukan metode yang akan di
pergunakan perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a.
Penyampaian materi dilakukan secara berangsur-angsur
dengan memperhatikan tingkat
perkembangan berpikir peserta didik.
b.
Peserta didik yang pintar jangan diajar seperti orang bodoh, sebagaimana orang-orang
khusus jangan diajar seperti orang biasa.
c.
Pada pendidikan tingkat tinggi, pendidikan Islam telah
merintis metode assigment (pemberian tugas)
d.
Metode menghafal dijadikan dasar bagi penggunaan metode
muhadharah, dan diskusi hendaklah
dikembangkan
e.
Memperhatikan suasana pembelajaran yang tenang, karena
suasana yang hening, tentram tapi dinamis sehingga pelaksanaan diskusi, seminar dan dialog dapat berlangsung dengan
baik.
f.
Pembelajaran juga harus didukung oleh kemesraan hubungan
antara guru dan peserta didik, sehingga
merangsang munculnya kesenangan dalam belajar.[27]
Pada dasarnya metode
pembelajaran yang diungkapkan oleh Al-Abrasyi, mencakup dua, konvensional dan inkonvensional. Secara konvesional, ia
menyebutkan beberapa metode pembelajaran seperti : metode qiyash, metode
diskusi, metode tanya jawab, metode observasi, metode latihan/praktek dan
metode bimbingan.
Sedangkan metode secara
inkonvensional dapat dilihat dari uraiannya dalam memberikan definsi metode
pengajaran, seperti yang dikuti oleh Asy-Syaibany bahwa : Menurut Al-Abrasyi
metode pembelajaran menurut Al-Abrasyi adalah rencana yang dibuat oleh guru
sebelum masuk kedalam kelas dan diterapkan pada waktu pembelajaran.
4. Kurikulum dan Materi
pembelajaran
Menurut Abrasyi, pengembangan kurikulum pendidikan Islam
dilandasi oleh prinsip-prinsip :
a.
Demokratisasi, kebebasan, persamaan, keterbukaan dan
kesempatan yang sama untuk belajar
b.
Persamaan kesempatan antara pria dan wanita dalam
menikmati pendidikan
c.
Pendidikan itu berpusat pada anak, bukan pada guru, sebab
yang memerlukan ilmu adalah peserta didik
d.
Harus ada penelusuran kemampuan peserta didik
e.
Tidak dikenal batas awal dan batas akhir dalam mengikuti
proses pendidikan.
Bila diperhatikan dengan
seksama prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Abrasyi amat
bersesuaian dengan kondisi pendidikan dewasa ini. Dan bahkan sebagai ilustrasi,
pengembangan kurikulum dalam bentuk kurikulum berbasis kompotensi yang sekarang
ini sedang digulirkan dalam sistem pendidikan Indonesia, pada dasarnya sama dengan prinsip yang telah
dikemukan Abrasyi.
5.
Peserta didik.
Seperti yang telah diungkapkan seblumnya bahwa, Abrasyi berpendapat tidak ada batasan usia untuk memulai dan
mengkhiri pendidikan. Masalah banyaknya peserta didik masuk kesekolah formal
pada usia 6 atau 7 tahun lebih bersifat pada keterikatan pada kebiasaan atau
mungkin juga dikaitkan dengan kewajiban orang tua mulai mengajak anaknya melaksanakan shalat
pada usia tersebut.
Yang benar adalah ketika tuntutan formal peserta didik
itu memiliki kesiapan Jasmani dan rohani untuk menerima pendidikan. Yang penting
diperhatikan dalam masalah peserta didik ini adalah :
a.
membersihkan hati dari sifat ria’, takabur dan sombong,
karena menuntut ilmu itu sama dengan ibadah
b.
niat belajar harus diarahkan pada memperindah jiwa dengan
kemuliaan akhlak dan mendekatkan diri pada Allah.
c.
Tekun menggali ilmu, walaupun melalui guru yang jauh
d.
Hormat kepada guru karena Allah dan menyenangkannya
e.
Tidak merepotkan guru dengan sejumlah pertanyaan, tidak
duduk ditempat duduk guru, dan tidak memulai pembicaraan tanpa seizin guru.
f.
Mengulangi pelajaran diwaktu senja dan menjelang subuh
g.
Bersungguh-sungguh dalam belajar siang dan malam serta
bertekad bulat untuk belajar sampai akhir hayat.
6.
Sistem Evaluasi.
Evaluasi amat diperlukan
dalam menilai hasil proses pembelajaran. Menurut Abrasyi dalam pelaksanaan
evaluasi sangat tergantung pada pertimbangan seorang guru. Karena itu evaluasi
dapat dilakukan setiap hari atau bulanan bahkan tahunan, jika menurut guru
sudah memadai untuk diuji. Atas dasar itu Abrasyi berpendapat bahwa pada
dasarnya tidak ada ujian bulanan apalagi ujian
tahunan. Bahkan absensi harianpun tidak diperlukan, karena pelaksanaan
proses belajar mengajar didasarkan pada motivasi belajar peserta didik yang
demikian tinggi.
7.
Lingkungan pendidikan
Tiga pusat pendidikan yang terdiri dari rumah
tangga, masyarakat dan sekolah merupakan lingkungan pembelajaran yang diakui
eksistensi oleh Abrasyi. Ada 2 tuntutan pokok untuk mengembangkan ketiga
lingkungan pendidikan tersebut yaitu : (1) lingkungan pendidikan Islam harus
tetap terkait dengan masjid sebagai lambang keagamaan. (2) Ketiga pusat
pendidikan itu harus berada dalam posisi saling melengkapi dan saling
menunjang.
PENUTUP
Dari hasil pembahasan diatas dapat kita tarik beberapa
kesimpulan tentang tokoh intelektual Islam Muhammad Athiyah Al-Abrasy dan
Abdurrahman bin Khaldu sebagai berikut:
1. Abdurrahman bin Khaldun adalah seorang filsuf dan
ilmuan yang religious. Kemampuannya dan pemahamannya di bidang historiografi, sosiologi, ekonomi, pendidikan
dan politik membesarkan namanya sehingga ia pun menjadi tokoh yang sangat
berpengaruh di awal abad XV (1332-1406). Perjalanan dan
perjalanan hidupnya dari Afrika Utara hingga Andalusia beserta segala jabatan
yang pernah ia pegang selama hidupnya menjadikan ia sebagai tokoh yang
inspiratif.
2. Diantara karangan fenomenal yang pernah ditulis oleh
Ibnu Khaldun yang hingga saat ini dijadikan sebagai refrensi utama dalam bidang
sosiologi, historiografi, pendidikan, ekonomi dan lainnya adalah Al-Muqaddimah.
Kitab Al-Muqaddimah sebenarnya hanyalah kata pengantar atau jilid
pertama dari tujuh jilid kitab induk al-Ibar kitab sejarah milik Ibnu
Khaldun. Namun karena keluasan isi buku tersebut menjadikan Al-Muqaddimah
menjadi lebih popular dibandingkan kitab induknya.
3. Setelah melacak pemikiran Ibnu Khaldan tentang
pendidikan Islam dalam kitab Al-Muqaddimah dapat kita ambil kesimpulan
bahwa Ibnu Khaldun sedikit banyak membahas tentang beberapa komponen pendidikan
Islam diantaranya tentang hakikat manusia, tujuan pendidikan, kurikulum, hakikat
ilmu, metode pengajaran, pendidik dan peserta didik, peran orangtua dan
masyarakat.
4. Tokoh pendidikan kita yang kedua adalah Muhammad
Athiyyah Al-Abrasy (1897 – 1921). Seorang tokoh intelektual Islam yang begitu
berpengaruh dipermulaan abad XX. Latar belakang pendidikan nya di Timur Tengah
dan Britania Raya sekaligus jabatannya sebagai guru besar di Darul Ulum Cairo
University menjadikan pemikiran pendidikan yang ia gagas bersifat modern dan
luas.
5. Selama hidupnya Muhammad Athiyyah Al-Abrasy sudah menuliskan
sekitar 50 karya tulis ilmiah. Dimana diantara karya tulis tersebut ia
menuangkan pemikiran-pemikirannya tentang pendidikan diantaranya di dalam kitab
At-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha, Ruh
At-Tarbiyah wata’lim, dan At-Tarbiyah al-Islamiyah dan masih
banyak lagi. Dimana di dalam karangan-karangan tersebut beliau menyampaikan
tentang sejarah pendidikan Islam dari
masa ke masa, termasuk di dalamnya menguraikan perbandingan prinsip-prinsip,
metode dan kurikulum dan system pendidikanm modern di dunia Barat pada abad
ke-20.
DAFTAR PUSTAKA
A. Tafsir.
2001. Teori-Teori Pendidikan Islam, Telaah Atas Pemikiran Tokoh-tokoh
Pendidikan Islam, Fak.Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, Bandung
. 2000 Ilmu
Pendidikan Islam Dalam Persfektif Islam, Bandung : PT. Remaja Rosda karya
Al-Abrasy,
Muhammad Athiyah. 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terjemahan
H.Bustami A.Gani, Jakarta : Bulan Bintang
. Ruh
At-Tarbiyah wata’lim, , Isa al-Baby al-Halby & CO, Al-Qahirah
.1975. at-Tarbiyah al-Islamiyah wa Fafasifatuha, (Kairo
: Isa al-Babi al-Halabi, cet. 3
Al-Syaibany,
Omar Mohammad al-Toumy. 1979. Falsafah Pendidikan Islam, Terjemahan
Hasan Langgulung, Jakarta : Bulan Bintang
Aly, Hery Noer.
1999. Ilmu Pendidikan Islam, Logos, Jakarta,
Djuwaeli, Irsyad.
1998. Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, Jakarta : Karsa Utama Mandiri dan PB. Mathlo‟ul
Anwar
Enan, Muhammad
Abdullah. Ibnu Khaldun, Kehidupan dan Karyanya, (Bandung: PT Dunia
Pustaka Jaya, 2019)
Fadhly. Pemikiran Pendidikan Islam menurut
Muhammad Âl-˜athiyah Al-Abrasyi, diakses dari :
Khaldun, Ibnu. At-Ta'rif
bi Ibn Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Syarqan. (Daar al-Kitab al-Lubnani)
____________. Muqaddimah
Ibnu Khaldun. (Daar Ya'rib, 1425 H).
Kosim,
Muhammad. Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun dan Relevansinya dengan
Sisdiknas. (Padang: Jurnal Tarbiyah, 2015)
Marimba, Ahmad D. 1981Pengantar Filsafat
Pendidikan, Bandung : al-Ma‟arif Cet. 5
Musayyidi, Pemikiran
Pendidikan Prof. Dr. M. Athiyah al-abrasyi, Kariman, Volume 06, Nomor 02,
Desember 2018
Samsinas, Ibnu
Khaldun; Kajian Tokoh Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial, (Palu: Jurnal Hunafa,
2009)
Suharto,
Toto. Historiografi Ibnu Khaldun. (Jakarta: Kencana, 2020), hal. 22-23
lihat juga, Ibnu Khaldun, at-Ta'rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa
Syarqan, (Daar al-Kitab al-Lubnani)
Umran,
Benny Arby. Pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasy Tentang Pendidikan Islam, Makalah
[1] Ibnu Khaldun, at-Ta'rif
bi Ibn Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Syarqan, (Daar al-Kitab
al-Lubnani), hal. 03
[2] Toto Suharto, Historiografi
Ibnu Khaldun, (Jakarta: Kencana, 2020), hal. 22-23 lihat juga, Ibnu
Khaldun, at-Ta'rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Syarqan,
(Daar al-Kitab al-Lubnani), hal. 04-10.
[3] Muhammad
Abdullah Enan, Ibnu Khaldun, Kehidupan dan Karyanya, (Bandung: PT
Dunia Pustaka Jaya, 2019), hal. 14.
[4] Muhammad Kosim,
Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun dan Relevansinya dengan Sisdiknas,
(Padang: Jurnal Tarbiyah, 2015), hal. 391.
[5] Toto Suharto, Historiografi
Ibnu Khaldun, (Jakarta: Kencana, 2020), hal. 23-24
[6] Toto Suharto, Historiografi
Ibnu Khaldun, (Jakarta: Kencana, 2020), hal. 23-27
[7] Muhammad Kosim,
Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun dan Relevansinya dengan Sisdiknas,
(Padang: Jurnal Tarbiyah, 2015), hal. 390-391.
[8] Samsinas, Ibnu
Khaldun; Kajian Tokoh Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial, (Palu: Jurnal
Hunafa, 2009), hal. 333)
[9] Samsinas, Ibnu
Khaldun; Kajian Tokoh Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial, (Palu: Jurnal
Hunafa, 2009), hal. 333)
[10] Toto Suharto, Historiografi
Ibnu Khaldun, (Jakarta: Kencana, 2020), hal. 43-49.
[11] Toto Suharto, Historiografi
Ibnu Khaldun, (Jakarta: Kencana, 2020), hal. 39-43.
[12] Muhammad Kosim,
Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun dan Relevansinya dengan Sisdiknas,
(Padang: Jurnal Tarbiyah, 2015), hal. 391-407.
[13] Musayyidi, Pemikiran
Pendidikan Prof. Dr. M. Athiyah al-abrasyi, Kariman, Volume 06, Nomor 02,
Desember 2018, hal. 240
[14] Fadhly, Pemikiran Pendidikan Islam menurut
Muhammad Âl-˜athiyah Al-Abrasyi, diakses dari :
[15] A.Tafsir,
(ed), Teori-Teori Pendidikan Islam, Telaah Atas Pemikiran Tokoh-tokoh
Pendidikan Islam, Fak.Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, Bandung, 2001, hal.
216
[16] Ibid.
[17] Benny Arby Umran, Pemikiran Muhammad Athiyah
Al-Abrasy Tentang Pendidikan Islam, Makalah, hal.
1
[18]
Muhammad 'Athiyah al-Abrasyi, at-Tarbiyah
al-Islamiyah wa Fafasifatuha, (Kairo : Isa al-Babi al-Halabi, 1975), cet.
3, hlm. 309-311
[19] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung : al-Ma‟arif, 1981), Cet.
5, hal. 19
[20] Irsyad Djuwaeli,
Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, (Jakarta : Karsa Utama Mandiri dan PB. Mathlo‟ul
Anwar, 1998), hal. 101-102
[21] Muhammad
Athiyah Al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terjemahan
H.Bustami A.Gani, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hal. 1
[22] Bandingkan
dengan A.Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam Dalam Persfektif Islam, PT.
Remaja Rosda karya,
[23] Muhammad
Athiyah al_Abrasyi, Op.Cit., hal, 2 - 4
[24] Hery Noer Aly,
Ilmu Pendidikan Islam, Logos,
[25] Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi, Ruh At-Tarbiyah wata’lim, , Isa al-Baby al-Halby
& CO, Al-Qahirah, tt. hal 267
[26] Omar Mohammad
al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terjemahan Hasan
Langgulung, Bulan Bintang,
[27] A.Tafsir,
Op.cit., hal. 52